Filsafat Umum - Filsafat Eropa Sebelum Zaman Modern



Oleh : Mandala Putra
Senin 20 Mei 2013
Filsafat Eropa Sebelum Zaman Modern
Filsafat Eropa sebelum zaman modern ditandai dengan 2 periode besar, dimana pada kedua periode tersebut terdapat banyak filsuf terkenal pada saat itu. Periode patristik dan periode skolastik.
A.    Periode Patristik
Patristik berasal dari kata Patres (bentuk jamak dari Peter) yang berarti bapak-bapak. Yang dimaksudkan adalah para pujangga gereja dan tokoh-tokoh gereja yang sangat berperan sebagai peletak dasar intelektual kekristianian. Mereka fokus pada pengembangan teologi tetapi tidak lepas dari wilayah kefilsafatan.[1]
Di dunia Barat agama Katolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang tuhan, manusia dan dunia, dan etikanya.Untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka menggunakan filsafat Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia kepribadian, kesusilaan dan sifat tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), Oriegenes (185-254), dan Agustinus (354-430), yang sangat besar pengaruhnya.[2]
Menurut periodik pembahasan dari segi keagamaan, maka masa patristik dapat kita bagi tiga periode, yaitu:
1.      Periode penyebaran Injil dan Filsafat Kristen.
Setelah diusahakan penyaringan (seleksi) oleh para Pemuka Gereja. Manakah diantara catatan Injil itu yang dianggap syah dan dapat dianggap kanonik. Maka pada akhir abad kedua diakuilah 4 macm Injil yang dianggap syah oleh gereja Kristen  yaitu: Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan InjilYahya. Injil-injil lain seperti Injil Markion, Injil Barnabas  dan Injil Basilides dianggap tidak syah dan tidak dimasukkan dalam Perjanjian Baru.
Von Platen menyimpulkan dua perkara yang penting yaitu:
·      Dasar filsafat Kristen (Patristik) umumnya terletak pada filsafat Injil Yahya dan surat-surat Paulus yang mengandung sifat filsafat sejati itu.
·      Isi filsafat Kristen itu bukan merupakan soal baru bagi filsafat Antik Yunani umumnya dan bagi Neoplatonisme khususnya. Dalam hal ini dapat kita jelaskan bahwa soal itu ialah mengenai hubungan Tuhan Yang Esa dan Logos.[3]
Tokoh-tokohnya:
1)      Paulus
Karangan-karangan Apostel Paulus sudah mengandung banyak pendapat yang sangat dipengaruhi filsafat antik. Ajaran Paulus tentang Tihan dalam makhluk berasal dari teologi Stoa.[4]
2)      Yahya
Mengenai isi filsafatnya kita mengikuti Von Platon. Lebih jelas lagi pengertian Logos diuraikan pad permulaan kitab Injil Yahya dengan pemakaian istilah Heroklitos, Stoa, Neoplatonisme dan Philon: “Maka pada awal pertama adalah logos, dan logos itu bersama-sama dengan Allah. Dan logos itu juga Allah dan segala sesuatu dijadikan olehNya segala sesuatu yang telah jadi”.[5]
2.      Periode perkembangan dan perselisihan pendapat tentang Logos dan Ketuhanan TRINITAS.
Ahli apologia:
3)    Justinus Martyr
Theologi dari Justinus tentang kelepasan dunia adalah sebagai berikut : Tuhan menjadikan logos dalam rangkaian waktu sebagai roh yang berpribadi dan dengan logos itu pula Tuhan menjadikan alam ini. Manusia dogoda setan-setan dan jatuh dalam kesesatan sebab itu logos sendiri turun ke bumi menjelma dalam tubuh manusia yakni Yesus dengan maksud membawa manusia kembali dalam kebaikan.
Ahli-ahli gnostik:
Gnostik berasal dari bahasa Yunani, gnosis, yang berarti : pengetahuan. Gnosis adalah suatu peleburan gagasan-gagasan yang diambil dari filsafat Yunani dengan unsur-unsur agama. Dilihat dari segi filsafat Gnostik tidak begitu benar artinya, ajarannya lebih dikuasai oleh fantasi daripada akal sehat.[6]
4)      Basilides
Dari Tuhan tertinggi(Tuhan Bapak) menurut Basilides terlimpah tujuh gaya ketuhanan(goddelijke krachten). Pertama kali dilimpahkan nus(roh) sebagai hipostasis yang tertinggi, kemudian logos, kemudian phronesis(fikiran) kemudian sophia(kebijaksanaan) kemudian dynamis(gaya), kemudian dikalosyn(keadilan) dan akhirnya irene (perdamaian).
5)      Markion
Markison mengambil kesimpulan harus ada Tuhan yang lebih tinggi dari Tuhan Yahidi. Lalu prinsip-prinsip gnostik yang banyak itu yang ada dalam teori emanasi gnostik diganti Markion dengan hanya dua prinsip yaitu Tuhan cinta yang tertinggi dan Tuhan Yahudi yang rendah atau Tuhan keadilan.[7]
Golongan anti gnostik:
6)      Ireneus
Pemikirannya tidak ada dua macam Tuhan antara Tuhan keadilan (Tuhan Yahudi) dan Tuhan cinta (Tuhan Tertinggi), tidak ada perbadaan antara Tuhan Bapak dengan Tuhan Anak (logos Yesus), penjelmaan logos dalam manusia (Yesus) bukan penjelmaan maya (desetisme) tetapi sungguh-sungguh bertubuh manusia.[8]
3.      Periode konsolidasi gereja.
7)      Ambrosius
8)      Nestorius
9)      Augustinus
10)  Pelagius[9]

B.     Periode Filsafat Skolastik
Periode skolastik ini dibagi menjadi dua yaitu zaman skolastik arab dan kristen. Kemudian yang kami paparkan adalah periode skolastik kristen. Pada periode ini sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga yaitu: masa skolastik awal, masa skolastik keemasan dan masa skolastik akhir.
1.      Masa skolastik awal (Abad 9-12 M)
Masa ini merupakan kebangkitan pemikiran abad pertengahan setelah terjadi kemerosotan. Kemerosotan pemikiran filsafat pada masa pra-yunani disebabkan kuatnya dominasi golongan gereja. Pada saat ini muncul ilmu pengetahuan yang dikembangkan disekolah-sekolah. Mulanya skolastik timbul pertama kalinya dibiara Italia Selatan dan akhirnya berpengaruh kedaerah-daerah lain. Pada sekolah-sekolah saat itu diterapkan kurikulum ajaran yang meliputi studi duniawi atau art liberalis yang meliputi tata bahasa, retorika, dialektika (seni diskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan musik. Pada saat ini persoalan pemikiran yang paing menonjol adalah hubungan antar rasio dengan wahyu (agama).[10]
Menurut Anselmus (1033-1109 M), rasio dapat dihubungkan atau digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan. Hubungan antara rasio dengan agama ini dirumuskan dengan “CredoUt In Telligam ” (saya percaya supaya mengerti). Maksudnya adalah bahwa orang yang mempunyai kepercayaan agama akan lebih mengerti segala sesuatunya: tuhan, manusia, dan dunia. Jadi, baginya agamalah yang diutamakan dalam filsafatnya, tapi tidak mengingkari kemampuan rasio. Soal kedua mengenai universalia. Universalia ialah pengertian umum seperti kemanusiaan, kebaikan, keindahan, dan sebagainya. Yang diipersoalkan adalah universalia itu terdapat pada hal atau barangnya sendiri ataukah hanya sekedar nama buatan pikiran belaka yang tidak riil pada barang atau bendanya?[11]
Terhadap persoalan ini, ada tiga pendapat:
a)      Ultra-realism
Pendapat ini mengatakan bahwa universalia adalah perkara-perkara atau esensi yang benar-benar ada, lepas dari penggambaran dalam pikiran. Tokoh terkenal yang menganut realism ialah Gulielmus dari Campeaux (1007-1120 M)
b)      Nominalisme
Menanggapi persoalan ini, nominalisme berpendapat bahwa universalia hanyalah nama atau bunyi saja (flatus voice) dan tidak ada dalam realitas. Tokoh terkenal dalam aliran ini ialah Rossoellinus dari compiege (1050-1120 M)
c)      Moderato realism
Menyikapi perbedaan dua aliran diatas, moderato realism mengambil jalan tengah dengan mengatakan bahwa universalia yang nyata tidak ada pada dirinya sendiri. Yang ada hanyalah ide tentang universalia yang ada pada pikiran manusia. Tetapi gambaran atau ide ini ada dasarnya yang objektif, artinya diluar pikiran, yaitu pada kemiripan yang nyata dari satuan-satuan sesuatu golongan. Tokoh-tokoh aliran ini ialah Thomas Aquinas dan Petrus Albaelardus (1079-1180 M)[12]
1.      Masa skolastik keemasan
Pada masa skolastik awal, filsafat bertumpu pada alam pikiran dan karya-karya kristiani. Tetapi sejak pertengahan abad ke-12 karya-karya non-kristiani mulai muncul dan filsuf islam mulai berpengaruh. Masa ini merupakan masa kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 M. Masa ini juga disebut masa berbunga disebabkan bersamaan dengan munculnya beberapa universitas dan ordoo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan.[13]
Secara umum ada beberapa faktor yang menjadikan masa skolastik mencapai keemasan, yaitu:
a.       Adanya pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 hingga 13, sehingga tumbuh menjadi pengetahuan yang luas
b.      Tahun 1200 M didirikan Universitas Almameter di Prancis
c.       Berdirinya ordo-ordo karena banyaknya minat dari orang-orang.[14]
Pada mulanya hanya filsuf yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles. Namun upaya ini kemudian mendapatkan perlawanan dari Augustinus disebabkan adanya anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercemar oleh filsuf Arab (Islam). Ini dianggap sangat membahayakan ajaran Kristen. Untuk menghindari pencemaran tersebut Albertus Magnus dan Thomas Aquinas sengaja  menghilangkan unsur-unsur atau selipan dari  Ibnu Rusyd, dengan menerjemahkan langsung bahasa latinnya. Tak hanya itu, bagian-bagian ajaran Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen juga diganti dengan teori-teori baru yang bersumber pada ajaran Aristoteles dan diselaraskan dengan ajaran ilmiah. Upaya Thomas Aquinas berhasil dengan terbitnya buku Summa Theologie, dan ini sekaligus membuktikan kemenangan ajaran Aristoteles dan sangat mempengaruhi seluruh perkembangan skolastik. Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Albertus Magnus dan Thomas Aquinas.[15]
Sedikit tentang skolastik Thomas Aquinas. Puncak tradisi pemikiran skolatisisme adalah pada masa Thomas Aquinas. Ia adalah seorang pendeta dominikan Gereja Katolik. Karya filsafatnya yang terpenting adalah multivolume summa contra gentiles (sebuah rangkuman melawan orang kafir), sedangkan summa theological (rangkuman teologi) menjadi karya teologinya yang disajikan secara sistematis yang dipersembahkan bagi orang-orang yang ingin menjadi biarawan dan pendeta. Karya tersebut menjadi rangkuman definitive filsafat Katolik. Dalam  banyak hal Thomas Aquinas lebih dipengaruhi oleh filsafat Ariistoteles ketimbang Plato. Dengan begitu, tidak salah kalau Thomas Aquinas lebih  dikenal sebagai pemikir empiris ketimbang idealis.[16]
2.      Masa skolastik Akhir
Masa skolastik akhir ditandai dengan kemalasan berfikir filsafati sehingga menyebabkan stagnasi pemikiran filsafat skolastik Kristen. Meskipun demikian, masih muncul tokoh yang terkenal pada masa ini, yaitu Nicolaus Cusanus (1401-1404 M).[17]
Keaktifannya dalam ilmu pengetahuan eksperimentalsudah menunjukkan diri sebagai modern. Oleh karena itu, Nicolaus Cucanus dapat dipandang sebagai mata rantai yang menghubungkan abad pertengahan dengan abad modern. Ia adalah pemikir pengujung masa skolastik. Menurutnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu: lewat indra, akal dan intuisi. Dengan akal kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dalam intuisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat  dipersatukan. Manusia harusnya menyadari keterbatasan akal sehingga banyak hal yang seharusnya dapat diketahui. Oleh karena keterbatasan akal maka terbatas pulalah hal yang kita ketahui dari akal.[18]
Sedangkan intuisi tidak dapat diekspresikan dengan bahasa rasional dan sebagai pengganti sebaiknya digunakan ibarat atau simbol. Allah adalah objek sentral bagi intuisi manusia. Dalam diri Allah semua hal yang berlawanan mencapai kesatuan. Allah melampaui semua perlawanan yang dijumpai pada taraf keberadaan yang berhingga. Semua makhluk yang berhingga berasal dari Allah sang pencipta, dan segalanya akan kembali kepada-Nya. Disini filsafat Nicolaus bercorak teologis, yang memadai pemikiran filsafat abad pertengahan.[19]
Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada kenyataan dimana segala sesuatu menjadi larut, yakni tuhan. Pemikiran Nicolaus ini dianggap sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan ke suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke masa depan dan pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis.[20]

          DAFTAR PUSTAKA
·         Bakry, hasbullah. Disekitar Filsafat Skolastik Kristen.CV.Firdaus.Jakarta Pusat.1991.
·         Maksum,ali.Pengantar Filsafat.Ar-ruzzmedia.malang.2008.
·         Salam, burhanudin. Pengantar Filsafat.Bumi aksara. Jakarta.1994.
·         Sudarsono. Ilmu Filsafat.Rineka cipta.Jakarta.2008.
·         Syadali, H.Ahmad dan Muzakir.Filsafat Umum. Pustaka Setia.Jakarta.2002.

[1] http://perpustakaan.blogsome.com/2008/04/20/filsafat-periode-zaman-patristik-dan-skolastik/
[2] Burhanudin Salam. Pengantar filsafat, (jakarta:bumi aksara,1994), hlm. 191.
[3]Hasbullah Bakry, di sekitar filsafat skolastik kristen, (Jakarta Pusat:CV. Firdaus,1991), hlm. 9.
[4] Ibid, hlm. 8
[5] Ibid, hlm. 10
[6] Sudarsono. Ilmu Filsafat. (Jakarta. Rineka cipta.2008) ,hlm. 53
[7] Hasbullah Bakry. Op.Cit, hlm. 13-22
[8] Hasbullah Bakry. Op.Cit, hlm. 23-25
[9] Hasbullah Bakry. Op.Cit, hlm. 45-57
[10] Ali maksum.pengantar filsafat.ar-ruzmedia:malang.2008.hal-104
[11] Ibid, hlm 105
[12] Ibid, hlm 105-106
[13] Ibid, hlm 107
[14] Ibid, hlm 107
[15] Ibid, hlm. 107-108
[16] Ibid, hlm. 109-111
[17] H.Ahmad Syadali dan Muzakir. Filsafat Umum. (Jakarta.Pustaka Setia.2002). hlm. 98
[18] Ibid, hlm. 99
[19] Ibid, hlm. 99
[20] Ibid, hlm. 100

Comments