Fikih Muamalah 2 - Luqathah




Oleh : Mandala Putra
 Rabu 22 Mei 2013
 LUQATHAH
A.     Pengertian
Secara etimologis luqathah adalah nama bagi orang yang menemukan barang temuan. Kata ini mengikuti pola fu’alah sebagai isim fa’il sebagaimana kata humazah. Luqathah (huruf qaf di sukun) secar etimologis berarti barang temuan. Secara definitif, luqathah yaitu harta yang terjaga yang bernilai dan tidak diketahui siapa pemiliknya.[1]
B.     Hukum
Hukum mengambil barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya, hukum pengambilan barang temuan (luqathah) antara lain sebagai berikut:[2]
1.      Sunat
Bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa ia sanggup/mampu mengerjakan segala yang bersangkutan dengan pemeliharaan barang itu sebagaimana mestinya. Tetapi bila tidak diambilpun barang-barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia atau tidak akan diambil oleh orang-orang yang tidak dapat dipercaya,
2.      Wajib
Apabila berat sangkaannya bahwa barang itu akan hilang dengan sia-sia kalau tidak diambilnya. Dan ia percaya mampu untuk merawat barang temuan itu sebagaimana mestinya,
خذها فهي لك أو لأخيك أو للذئب
"Ambillah, itu untukmu, atau untuk saudaramu, atau untuk serigala (siapa yang lebih dulu menangkapnya". (H.R. Bukhari, Muslim, Tarmidzi dan Ibnu Majah).
3.      Makruh
Bagi orang yang tidak percaya kepada dirinya (ragu-ragu) bahwa ia akan dapat merawat barang temuan itu atau tidak,
4.      Haram
Bagi orang yang menemukan suatu benda, kemudian dia mengetahui bahwa dirinya sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak akan mampu memelihara barang tersebut sebagaimana mestinya.
5.      Mustahab (dianjurkan)[3]
Bila barang yang ditemukan itu berada ditempat yang aman, dan tidak menyebabkan hilang bila tidak diambil.
6.      Mubah (boleh)[4]
Hukum ini berdasarkan hadits Rasulullah saw.: “Rasulullah saw. ditanya mengenai luqathah emas dan perak. Beliau lalu menjawab, “Kenalilah pengikat dan kemasannya, kemudian umumkan selama setahun. Jika kamu tidak mengetahui (pemiliknya), gunakanlah dan hendaklah menjadi barang titipan padamu. Jika suatu hari nanti orang yang mencarinya dating, berikan kepadanya.” (HR. Bukhari Muslim)
C.     Rukun
Rukun luqathah ada 3, yakni kehilangan, orang yang menemukan, dan barang temuan.
Ibnu Muflih membagi luqathah kepada 4 macam, yaitu:
1.      Sesuatu yang tidak diminati oleh kalangan menengah, seperti cambuk dan uang recehan. Luqathah seperti ini boleh dimiliki tanpa diumumkan.
2.      Hewan yang tersesat yang tidak memerlukan perlindungan, seperti binatang buas yang masih kecil, burung dan lain sebagainya. Luqathah semacam ini tidak boleh diambil.
3.      Luqathah di tanah suci haram diambil, kecuali bagi orang yang hendak mengumumkan selamanya.
4.      Harta dan hewan yang hilang selain yang disebutkan di atas boleh diambil dengan diumumkan lebih dahulu selama satu tahun.
D.     Macam-macam Benda yang Diperoleh
Terdapat macam-macam benda yang dapat ditemukan oleh manusia, macam-macam benda temuan itu adalah sebagai berikut:[5]
1.      Benda-benda tahan lama, yaitu benda-benda yang dapat disimpan dalam waktu yang lama.
2.      Benda-benda yang tidak tahan lama, yakni benda-benda yang tidak dapat disimpan pada waktu yang lama. Benda-benda seperti ini boleh dimakan atau dijual supaya tidak tersia-siakan. Bila kemudian baru datang pemiliknya, maka penemu wajib mengembalikannya atau uang seharga benda-benda yang dijual atau dimakan.
3.      Benda-benda yang memerlukan perawatan.
4.      Benda-benda yang memerlukan perberlanjaan, seperti binatang. Pada hakikatnya binatang-binatang itu tidak dinamakan al-luqathah, tetapi disebut al-dhalalah, yakni binatang-binatang yang tersesat atau kesasar.
E.      Mengenalkan Benda Temuan
Wajib bagi orang yang menemukan sesuatu dan mengambilnya untuk mengamati tanda-tanda yang membedakannya dengan benda-benda lainnya, baik berbentuk tempatnya atau ikatannya, demikian pula yang berhubungan dengan jenis dan ukurannya, baik ditimbang, ditakar, maupun diukur.
Penemuan dan pengambilan barang yang ditemukan berkewajiban pula memelihara benda-benda temuannya sebagaimana memelihara bendanya sendiri. Benda-benda yang ditemukan tersebut sebagai wadhi’ah, ia tidak berkewajiban menjamin apabila terjadi kerusakan atau kecelakaan kecuali bila disengaja.
Setelah kedua kewajiban tersebut, dia juga berkewajiban mengumumkannya kepada masyarakat dengan berbagai cara, baik dengan pengeras suara, radio, televise, surat kabar, atau media masa lainnya. Cara mengumumkannya tidak mesti setiap hari, tetapi boleh satu kali atau dua kali dalam seminggu, kemudian sekali sebulan dan terakhir dua kali setahun.
Waktu-waktu untuk mengumumkan berbeda-beda karena berbeda-beda pula benda yang ditemukan. Jika benda yang ditemukan harga 10 dirham ke atas, hendaklah masa pemberitahuannya selama satu tahun, bila harga benda yang ditemukan kurang dari harga tersebut maka boleh masa pemberitahuannya selama 3 atau 6 hari, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani dari Ya’la ibn Murrah berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:
ﻣَﻥ ﺍﻟﺗﻗﻃﺔ ﻟﻗﻃﺔ ﻳﺳﻳﺭﺓ ﺣﺑﻼ ﺍﻭﺩﺭﻫﻣﺎ ﺍﻭﺷﺑﻪ ﺫﻟﻙ ﻓﻟﻳﻌﺯ ﻓﻬﺎ ﺜﻼﺜﺔ ﺍﻳﺎﻡ ﻓﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﻗﻟﻕ ﺫﻟﻙ ﻓﻟﻳﻌﺭ ﻓﻪ ﺳﻧﺔ ﺍﻳﺎﻡ ﻓﺎﻥ ﺟﺎﻋ ﺻﺎ ﺣﺑﻬﺎ ﻭ ﺍﻻﻓﻟﻳﺗﺻﺩ ﻗﻬﺎ
Artinya : “Barangsiapa yang memungut sesuatu barang tercecer yang sedikit, misalnya seutas tali, satu dirham atau yang seumpamanya, maka hendaklah diberitahukan selama tiga hari, jiika selama itu pemiliknya tidak datang, hendaklah dishadaqahkan.”
Menurut hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dari Jabir r.a berkata:
ﺭﺧﺹ ﻟﻧﺎ ﺭﺳﻭﻝﺍﷲ ﺹ ﻡﻓﻰ ﺍﻟﻌﺻﺎ ﻭﺍﻟﺳﻭ ﻃ ﻭﺍﻟﺣﺑﻝ ﻭﺍﺷﺑﺎ ﺑﻪ ﻳﻟﺗﻗﻃﻪ ﺍﻟﺭﺟﻝ ﻳﻧﺗﻓﻊ ﺑﻪ
Artinya : “Rasulullah saw. member keringanan kepada kami mengenai penemuan tongkat, cambuk, tali, dan sebagainya yang dipungut seseorang supaya dimanfaatkan (dipergunakan).”
Lalu bagaimana pandangan dalam hukum Islam apabila seseorang memanfaatkan dan menggunakan barang temuan tersebut:[6]
1.      Jika barang tersebut merupakan sesuatu yang tidak terlalu berharga dimana si pemilik yang kehilangan tersebut tidak terlalu mempedulikannya atau tidak sedih atas kehilangan sesuatu tersebut seperti beberapa buah korma, anggur, jajanan, tongkat, pakaian bekas dan yang semisalnya, maka diperbolehkan bagi yang menemukannya untuk memakannya (jika itu makanan) atau mempergunakan dan memanfaatkannya langsung tanpa harus mengumumkannya dan menjaganya. hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Jabir r.a : "Rasulullullah Saw memberikan rukhsoh kepada kami pada tongkat, cambuk, biji-bijian dan yang semisalnya, untuk mengambilnya dan memanfaatkannya" (HR. Abu Daud)
2.      Jika barang tersebut merupakan barang berharga, dimana si pemilik yang kehilangan tersebut sedih dan merasa kehilangan yang sangat atas hilangnya barang tersebut, maka diwajibkan kepada orang yang menemukannya untuk mengumumkannya selama setahun penuh, baik itu di pintu-pintu masjid (papan pengumuman), dan khalayak ramai, baik media cetak atau media lainnya seperti radio dan sebagainya. jika selama tenggang satu tahun itu ada yang mengaku sebagai pemiliknya dan dapat membuktikan kepemilikannya, maka barang tersebut harus diserahkan. namun jika tidak ada, maka barang tersebut menjadi haknya. dia boleh menggunakannya dengan catatan jika dikemudian hari sipemilik sahnya datang, maka ia siap menggantinya.
3.      'Luqthotul Haram' yang dimaksud dengan luqthotul haram adalah barang temuan yang ditemukan ditanah suci Makkah. Tidak dibenarkan untuk mengambil barang yang ditemukan ditanah suci, kecuali jika ia takut barang tersebut hilang. dan bagi orang yang menemukannya, maka ia harus mengumumkannya selama ia berada di Makkah, dan ketika ia hendak meninggalkan Tanah suci Makkah maka ia harus menyerahkan barang tersebut kepada Hakim (orang yang berwenang dalam hal tersebut). dan tidak dibenarkan sama sekali bagi penemunya untuk memilikinya, apalagi memanfaatkannya.
4.      Luqthotul Hayawan (barang temuan yang berupa binatang) atau disebut juga Dhoollatul hayawan (binatang hilang). jika hewan tersebut adalah kambing yang ditemukan ditanah lapang (bukan ditempat gembalaan), maka diperbolehkan untuk mengambilnya dan memanfaatkannya (memotongnya misalnya) berdasarkan sabda Nabi diatas "untukmu, atau saudaramu, atau serigala" , Namun jika hewan itu berupa Onta, maka tidak dibenarkan untuk mengambilnya apalagi memanfaatkannya,
F.      Hilang dan Rusaknya Luqathah
Luqathah adalah amanat bagi orang yang mengambil. Jika hilang, rusak, berkurang nilainya tanpa sengaja, ia tidak menggantinya sebagaimana barang titipan.
Jika orang mengambil luqathah merusaknya atau hilang karena keteledoran, ia menggantinya dengan barang sejenis jika ada padanya, dan mengganti harganya jika tidak ada padanya.
Jika yang mengambil luqathah meninggal dunia, ahli waris menggantikan posisinya untuk menyelesaikan pengumuman jika belum genap setahun, dan boleh memilikinya setelah setahun. Jika pemiliknya datang, pemilik itu boleh mengambil barangnya dari ahli waris penemunya.
DAFTAR PUSTAKA
Ari Abdillah. 2007. Bagaimana Hukum Jika Menemukan Barang Temuan.http://ari2abdillah.wordpress.com/2007/06/26/bagaimana-hukum-jika-menemukan-barang-temuan/
Drs Helmi Karim, M.A. 1997. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Fani Media. 2007. Luqathah (Barang Temuan). http://alislamu.com/muamalah/11-jual-beli/285-bab-luqathah-barang-temuan.html
Prof. Dr.H. Rachmat Ayaf’i, MA. 2001.Fiqh Muamalah,Bandung: Pustaka Setia Bandung,cet 10.
Sabil Al- Farizi. 2011. Ahkamul Luqothoh (Hukum Barang Temuan)http://ibilizy.blogspot.com/2011/11/ahkaamul-luqothoh-hukum-barang-temuan.html


[1] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012) Cet. 1, Hlm. 367
[3]
[4] Ibid
[5] buku
[6] http://orang-jembatan.blogspot.com/2012/02/makalah-barang-temuan.html?m=1

Comments